Berdoa Bersama Pensilku


Aku sedang duduk di sini, ya Tuhan,
Melamun sambil bermain-main dengan pensilku.
Sebuah pikiran ajaib pun datang menimpaku. Sejak masa taman kanak-kanak, aku sudah akrab dan terbiasa dengan pensil yang runcing ini.
Namun sekarang, pensil ini seakan jadi barang aneh, yang menggugah kesadaran baru bagiku.
Isinya, arang batu hitam berasal dari Pennysylvania, kayi pembukusnya dari Oregon, karet penghapusnya dari Brasi. Semua unsure itu dipadu menjadi sebuah alat, bernama pensil yang dipersembahkan agar kugunakan demi keperluanku.
Demi aku dan demi kelancaran tugas dan hidupku, semua orang itu, di tempatnya masing-masing, di bawah sana, di pertambangan arang, di atas sana, di gunung yang berpohonan, di dalam sana, di rimba lembab bergetah, mereka menggali, memotong, dan memungut arang, kayu dan karet.
Karena mereka semua, kini, sambil melamun, aku dapat menulis kata dan kalimat, seperti yang aku mau.Tuhan, jika demikian banyak orang yang terpisah-pisah dan berada di berbagai tempat, dapat bekerja sama untuk menghasilkan sesuatu seperti pensil ini, mengapa kami tidak dapat bekerja bersama-sama, untuk menciptakan sesuatu yang lebih bermakna dan luar biasa, seperti cinta semesta dan perdamaian di seluruh dunia?

( Max Pauli: “Prayer on a pensil”, Day bay Day, The Notre Dame Prayerbook for Students,
1977, hlm. 108)

Sumber ilustrasi photo: Dk


About Us | Privacy Policy | Terms of Use | Contact Us